Di manakah
Alloh?
dalam
sisi pandang Ahlussunnah Wal Jama'ah vs ASWAJA (Sufiyyah, Asy’ariyyah,
Maturidyyah, Jahmiyyah, Mu’tazila, Qulabiyyah & all varian yg mengaku
sebagai ASWAJA) vs Syi'ah
1
Keyakinan ASWAJA Allah Ada tanpa tempat
A. versi ASWAJA "Asli WArisan JAhiliyyah"
Berkata Imam Mereka dari kalangan Maturidiyyah yg mereka katakan adalah sebagai ASWAJA Abu Manshur al-Maturidi (w 333 H) dalam karyanya; Kitâb at-Tauhîd menuliskan:
A. versi ASWAJA "Asli WArisan JAhiliyyah"
Berkata Imam Mereka dari kalangan Maturidiyyah yg mereka katakan adalah sebagai ASWAJA Abu Manshur al-Maturidi (w 333 H) dalam karyanya; Kitâb at-Tauhîd menuliskan:
"إن الله سبحانه كان ولا مكان، وجائز ارتفاع الأمكنة وبقاؤه
على ما كان، فهو على ما كان، وكان على ما عليه الان، جل عن التغير والزوال
والاستحالة"
“Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Tampat
adalah makhluk memiliki permulaan dan bisa diterima oleh akal jika ia memiliki
penghabisan. Namun Allah ada tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, Dia ada
sebelum ada tempat, dan Dia sekarang setelah menciptakan tempat Dia sebagaimana
sifat-Nya yang Azali; ada tanpa tempat. Dia maha suci (artinya mustahil) dari
adanya perubahan, habis, atau berpindah dari satu keadaan kepada keadaan lain”
(Kitâb at-Tauhîd, h. 69)
B. Keyakinan versi Syi’ah Allah Ada
Tanpa Tempat
kitab mereka Al-Kaafi (karya Al-Kulaini).
Al-Kulaini berkata:
وَ رُوِيَ أَنَّهُ سُئِلَ ( عليه السلام ) أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ سَمَاءً وَ أَرْضاً فَقَالَ ( عليه السلام ) أَيْنَ سُؤَالٌ عَنْ مَكَانٍ وَ كَانَ اللَّهُ وَ لَا مَكَانَ
Dan diriwayatkan bahwasanya Ali bin Abi Tholib ‘alaihis salam ditanya : Dimanakah Robb kami sebelum menciptakan langit dan bumi?, maka Ali bin Abi Tholib ‘alaihis salaam berkata, “Mana pertanyaan tentang tempat?! padahal Allah dahulu tanpa ada tempat.
[Al-Kaafi 1/90 dalam بَابُ الْكَوْنِ وَ الْمَكَانِ].
kitab mereka Al-Kaafi (karya Al-Kulaini).
Al-Kulaini berkata:
وَ رُوِيَ أَنَّهُ سُئِلَ ( عليه السلام ) أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ سَمَاءً وَ أَرْضاً فَقَالَ ( عليه السلام ) أَيْنَ سُؤَالٌ عَنْ مَكَانٍ وَ كَانَ اللَّهُ وَ لَا مَكَانَ
Dan diriwayatkan bahwasanya Ali bin Abi Tholib ‘alaihis salam ditanya : Dimanakah Robb kami sebelum menciptakan langit dan bumi?, maka Ali bin Abi Tholib ‘alaihis salaam berkata, “Mana pertanyaan tentang tempat?! padahal Allah dahulu tanpa ada tempat.
[Al-Kaafi 1/90 dalam بَابُ الْكَوْنِ وَ الْمَكَانِ].
kemiripannya dengan Asy’ari Maturidi Jahmi Mu’tazila yg mereka
katakan ahlussunnah adalah Madzhab ini.
2
Allah ada di mana mana, Allah berada atau menyatu dalam dzat hamba/makhluk
A. Versi kaum sufi yang kata mereka Sufi adalah diantara madzhab
madzhab ASWAJA (Baca: Anti Sunnah Wal Jama'ah)
Keyakinan Sufi Tasawuf yg juga mengaku ASWAJAhil Allah bisa
menyatu dengan Hamba/makhluk
Berkata Imam Mereka Al-Hallaj ( 858 – 922 M. )Tentang Hulul dan Al Itthad
* Hulul : Konsep Hulul : jika Allah hendak memberi kekuasaan (menjadikan wali) kepada hambanya, maka Ia akan membukakan pintu hati hamba itu untuk berzikir kepada-Nya, memberi jalan untuk mendekati-Nya kemudian menempatkannya pada posisi (kursi) tauhid, yaitu kesendirian perbuatan tuhan. Batas (penghalang) antara hamba dengan tuhannya terasa hilang kemudian ia menyaksikan Tuhan sebagai pelaku tunggal perbuatan-Nya.
Lalu Tuham memasukkan hamba tersebut ke wilayah perbuatan pelaku tunggalNya sampai pada posisi terbukanya –sampai hamba tersebut mengetahui- sifat Maha Perkasa dan Maha Baik Tuhan. Manakala pandangannya tertuju kepada sifat Maha Baik Tuhan, ia merasa dirinya exis, hadir tanpa kehadiranNya. Maka disaat itu ia merasa dirinya hancur (pada dzat Tahan), dan yang ada hanyalah Tuhan. Ia merasa berada dalam perlindunganNya dan bebas dari perasaan bahwa ungkapan-ungkapannya tidak muncul dari dirinya.
“Tuhan memiliki sifat-sifat tertentu manusia untuk mengambil tempat di dalamnya (lahut), begitupun manusia mempunyai sifat-sifat tertentu yang mengambil tempat didalamNya (nasut), setelah sifat-sifat kemanusiaannya hilang.”
Al Ittihad : “Suatu kondisi dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan”
Berkata Imam Mereka Al-Hallaj ( 858 – 922 M. )Tentang Hulul dan Al Itthad
* Hulul : Konsep Hulul : jika Allah hendak memberi kekuasaan (menjadikan wali) kepada hambanya, maka Ia akan membukakan pintu hati hamba itu untuk berzikir kepada-Nya, memberi jalan untuk mendekati-Nya kemudian menempatkannya pada posisi (kursi) tauhid, yaitu kesendirian perbuatan tuhan. Batas (penghalang) antara hamba dengan tuhannya terasa hilang kemudian ia menyaksikan Tuhan sebagai pelaku tunggal perbuatan-Nya.
Lalu Tuham memasukkan hamba tersebut ke wilayah perbuatan pelaku tunggalNya sampai pada posisi terbukanya –sampai hamba tersebut mengetahui- sifat Maha Perkasa dan Maha Baik Tuhan. Manakala pandangannya tertuju kepada sifat Maha Baik Tuhan, ia merasa dirinya exis, hadir tanpa kehadiranNya. Maka disaat itu ia merasa dirinya hancur (pada dzat Tahan), dan yang ada hanyalah Tuhan. Ia merasa berada dalam perlindunganNya dan bebas dari perasaan bahwa ungkapan-ungkapannya tidak muncul dari dirinya.
“Tuhan memiliki sifat-sifat tertentu manusia untuk mengambil tempat di dalamnya (lahut), begitupun manusia mempunyai sifat-sifat tertentu yang mengambil tempat didalamNya (nasut), setelah sifat-sifat kemanusiaannya hilang.”
Al Ittihad : “Suatu kondisi dimana seorang sufi telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan”
B. Versi Agama Zindiq Munafik Syi'ah
rafidhah
Keyakinan Syiah Alloh menyatu dengan makhuknya yakni bersama imam imam mereka!
Pandangan Ali as. mampu menembus alam malakut serta tidak ada lagi yang tersembunyi dari pandangannya
.
Beliau berkata : “ Sesungguhnya aku telah melihat alam malakut dengan izin Tuhanku, tidak ada yang ghaib ( tersembunyi ) dariku apa-apa yang sebelumku dan apa-apa yang akan datang sesudahku.” (Aamaal Syekh Thusi : hal 205.) Ali as. adalah ayat kubra Haq yang maha tinggi, insan kamil yang memiliki ilmu kitab, seperti yang disabdakan oleh Rasulallah saww.: “ salah seorang misdaq dari ayat (katakanalah! Cukuplah Allah swt. sebagai saksi antara aku dan kalian serta orang yang memiliki ilmu kitab ) (Al-Ra’d : 43) adalah saudaraku Ali.” (Nur Al-Staqalain : jilid 2 hal. 523.)
Keyakinan Syiah Alloh menyatu dengan makhuknya yakni bersama imam imam mereka!
Pandangan Ali as. mampu menembus alam malakut serta tidak ada lagi yang tersembunyi dari pandangannya
.
Beliau berkata : “ Sesungguhnya aku telah melihat alam malakut dengan izin Tuhanku, tidak ada yang ghaib ( tersembunyi ) dariku apa-apa yang sebelumku dan apa-apa yang akan datang sesudahku.” (Aamaal Syekh Thusi : hal 205.) Ali as. adalah ayat kubra Haq yang maha tinggi, insan kamil yang memiliki ilmu kitab, seperti yang disabdakan oleh Rasulallah saww.: “ salah seorang misdaq dari ayat (katakanalah! Cukuplah Allah swt. sebagai saksi antara aku dan kalian serta orang yang memiliki ilmu kitab ) (Al-Ra’d : 43) adalah saudaraku Ali.” (Nur Al-Staqalain : jilid 2 hal. 523.)
Jadi inilah firqoh tersesat Sufi, Mu’tazila, Jahmiyyah,
Maturidiyyah, Asy’ariyyah yg mereka katakana adalah ASWAJA, lihat betapa
miripnya mereka dengan Keyakinan yg diyakini oleh Madzhab Kafir Syi’ah? Apa
mereka tidak berkaca tidak malu menuduh wahabi mirip dengan syi’ah sedang
aqidah, ibadah, Muamalah mereka pun menirukan dengan Syi’ah
benarlah sabda rasulullah Shalallohu alahi wa salam
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Imam Ahmad).
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Imam Ahmad).
3.
adapun Keyakinan Ahlussunnah Wal Jama'ah dimanakah Allah Subhanahu Wa Ta'ala
Telah Berkata 4 Imam Madzhab dalam madzhab madzhab Ahlussunnah
A. Imam Abu Hanifah rahimahullah hidup pada tahun 80-150 H.
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
Imam Abu Hanifah mengatakan dalam Fiqhul Akbar,
من انكر ان الله تعالى في السماء فقد كفر
“Barangsiapa yang mengingkari keberadaan Allah di atas langit,
maka ia kafir.” (Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, hal.
116-117, Darus Salafiyah, Kuwait, cetakan pertama, 1406 H. Lihat pula
Mukhtashor Al ‘Uluw, Adz Dzahabiy, Tahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani, hal. 137, Al Maktab Al Islamiy.)
Dari Abu Muthi’ Al Hakam bin Abdillah Al Balkhiy -pemilik kitab
Al Fiqhul Akbar-, beliau berkata,
سألت أبا حنيفة عمن يقول لا أعرف ربي في السماء أو في الأرض فقال
قد كفر لأن الله تعالى يقول الرحمن على العرش استوى وعرشه فوق سمواته فقلت إنه
يقول أقول على العرش استوى ولكن قال لا يدري العرش في السماء أو في الأرض قال إذا
أنكر أنه في السماء فقد كفر رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر بن نصير بن يحيى
عن الحكم
Aku bertanya pada Abu Hanifah mengenai perkataan seseorang yang
menyatakan, “Aku tidak mengetahui di manakah Rabbku, di langit ataukah di
bumi?” Imam Abu Hanifah lantas mengatakan, “Orang tersebut telah kafir karena
Allah Ta’ala sendiri berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”.[QS. Thaha: 5.] Dan
‘Arsy-Nya berada di atas langit.” Orang tersebut mengatakan lagi, “Aku berkata
bahwa Allah memang menetap di atas ‘Arsy.” Akan tetapi orang ini tidak
mengetahui di manakah ‘Arsy, di langit ataukah di bumi. Abu Hanifah lantas
mengatakan, “Jika orang tersebut mengingkari Allah di atas langit, maka dia
kafir.”[Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, Adz Dzahabi, hal. 135-136, Maktab
Adhwaus Salaf, Riyadh, cetakan pertama, 1995.]
B. Imam Malik bin Anas Imam Darul
Hijroh hidup pada tahun 93-179 H.
Dari Abdullah bin Ahmad bin Hambal ketika membantah paham
Jahmiyah, ia mengatakan bahwa Imam Ahmad mengatakan dari Syraih bin An Nu’man,
dari Abdullah bin Nafi’, ia berkata bahwa Imam Malik bin Anas mengatakan,
الله في السماء وعلمه في كل مكان لا يخلو منه شيء
“Allah berada di atas langit. Sedangkan ilmu-Nya berada di
mana-mana, segala sesuatu tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[Lihat Al ‘Uluw lil
‘Aliyyil Ghoffar, hal. 138.]
Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya At Taimi, Ja’far bin
‘Abdillah, dan sekelompok ulama lainnya, mereka berkata,
جاء رجل إلى مالك فقال يا أبا عبد الله الرحمن على العرش استوى كيف
استوى قال فما رأيت مالكا وجد من شيء كموجدته من مقالته وعلاه الرحضاء يعني العرق
وأطرق القوم فسري عن مالك وقال الكيف غير معقول والإستواء منه غير مجهول والإيمان
به واجب والسؤال عنه بدعة وإني أخاف أن تكون ضالا وأمر به فأخرج
“Suatu saat ada yang mendatangi Imam Malik, ia berkata: “Wahai
Abu ‘Abdillah (Imam Malik), Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”[QS. Thaha: 5.]. Lalu
bagaimana Allah beristiwa’ (menetap tinggi)?” Dikatakan, “Aku tidak pernah
melihat Imam Malik melakukan sesuatu (artinya beliau marah) sebagaimana yang
ditemui pada orang tersebut. Urat beliau pun naik dan orang tersebut pun
terdiam.” Kecemasan beliau pun pudar, lalu beliau berkata,
الكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ وَالإِسْتِوَاءُ مِنْهُ غَيْرُ
مَجْهُوْلٍ وَالإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ وَإِنِّي
أَخَافُ أَنْ تَكُوْنَ ضَالاًّ
“Hakekat dari istiwa’ tidak mungkin digambarkan, namun istiwa’
Allah diketahui maknanya. Beriman terhadap sifat istiwa’ adalah suatu
kewajiban. Bertanya mengenai (hakekat) istiwa’ adalah bid’ah. Aku khawatir
engkau termasuk orang sesat.” Kemudian orang tersebut diperintah untuk
keluar.[Lihat Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 378]
C. Imam Asy Syafi’i hidup pada tahun
150-204 H -yang menjadi rujukan mayoritas kaum muslimin di Indonesia
dalam masalah fiqih- meyakini Allah berada di atas langit
Syaikhul Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu
Ya’la Kholil bin Abdullah Al Hafizh, beliau
berkata bahwa telah memberitahukan kepada kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al
Abhariy, beliau berkata bahwa Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah
memberitahukan pada kami, dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah
Muhammad bin Idris Asy Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau
berkata,
القول في السنة التي أنا عليها ورأيت اصحابنا عليها اصحاب الحديث
الذين رأيتهم فأخذت عنهم مثل سفيان ومالك وغيرهما الإقرار بشهادة ان لااله الا
الله وان محمدا رسول الله وذكر شيئا ثم قال وان الله على عرشه في سمائه يقرب من
خلقه كيف شاء وان الله تعالى ينزل الى السماء الدنيا كيف شاء وذكر سائر الاعتقاد
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar
hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya :
“Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar
kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam
Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang
berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan
makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia
sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa
keyakinan (i’tiqod) lainnya.[Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, hal. 123-124.
Disebutkan pula dalam Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal.165]
D. Imam Ahmad bin Hambal hidup pada
tahun 164-241 H. Meyakini Allah bukan Di Mana-mana, namun di atas ‘Arsy-Nya
Adz Dzahabiy rahimahullah mengatakan, “Pembahasan dari Imam
Ahmad mengenai ketinggian Allah di atas seluruh makhluk-Nya amatlah banyak.
Karena beliaulah pembela sunnah, sabar menghadapi cobaan, semoga beliau
disaksikan sebagai ahli surga. Imam Ahmad mengatakan kafirnya orang yang
mengatakan Al Qur’an itu makhluk, sebagaimana telah mutawatir dari beliau
mengenai hal ini. Beliau pun menetapkan adanya sifat ru’yah (Allah itu akan
dilihat di akhirat kelak) dan sifat Al ‘Uluw (ketinggian di atas seluruh
makhluk-Nya).”[Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal. 176. Lihat pula Mukhtashor Al
‘Uluw, hal. 189.]
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanya,
ما معنى قوله وهو معكم أينما كنتم و ما يكون من نجوى ثلاثه الا هو
رابعهم قال علمه عالم الغيب والشهاده علمه محيط بكل شيء شاهد علام الغيوب يعلم
الغيب ربنا على العرش بلا حد ولا صفه وسع كرسيه السموات والأرض
“Apa makna firman Allah,
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
“Dan Allah bersama kamu di mana saja kamu berada.”[QS. Al
Hadiid: 4]
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ
“Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah
keempatnya.”[QS. Al Mujadilah: 7]
Yang dimaksud dengan kebersamaan tersebut adalah ilmu Allah.
Allah mengetahui yang ghoib dan yang nampak. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu
yang nampak dan yang tersembunyi. Namun Rabb kita tetap menetap tinggi di atas
‘Arsy, tanpa dibatasi dengan ruang, tanpa dibatasi dengan bentuk. Kursi-Nya
meliputi langit dan bumi. Kursi-Nya pun meliputi langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al Ghadadiy, beliau berkata,
قيل لأبي عبد الله احمد بن حنبل الله عز و جل فوق السمآء السابعة
على عرشه بائن من خلقه وقدرته وعلمه بكل مكان قال نعم على العرش و لايخلو منه مكان
Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa
jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari
makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?”
Imam Ahmad pun menjawab, “Betul sekali. Allah berada di atas ‘Arsy-Nya, setiap
tempat tidaklah lepas dari ilmu-Nya.”[Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal. 116]
Abu Bakr Al Atsrom mengatakan bahwa Muhammad bin Ibrahim Al
Qoisi mengabarkan padanya, ia berkata bahwa Imam Ahmad bin Hambal menceritakan
dari Ibnul Mubarok ketika ada yang bertanya padanya,
كيف نعرف ربنا
“Bagaimana kami bisa mengetahui Rabb kami?” Ibnul Mubarok
menjawab,
في السماء السابعة على عرشه
“Allah di atas langit yang tujuh, di atas ‘Arsy-Nya.” Imam Ahmad
lantas mengatakan,
هكذا هو عندنا
“Begitu juga keyakinan kami.”[Lihat Itsbat Sifatil ‘Uluw, hal.
118]
So yang mana kalian ikuti? paham Ahlussunnah wal Jama'ah atau paham
Syi'ah? jika ngakunya ASWAJA (Ahlussunnah Wal Jama'ah) mestilah harusnya
mengikuti Imam Imam Salaf (Dahulu) dari kalangan Ahlussunnah bukan ahlul
Bid'ah, jika seperti itu maka pengakuan kalian sebagai ASWAJA adalah dusta Anti
Sunnah Wal Jama'ah...
Barokallohu
Fikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar